Tak sengaja menemukan kembali tulisan empat tahun lalu (saya tulis 20 Januari 2015) ini di facebook saya. Flashback deh jadinya.. ππ Semoga bermanfaat..
===============================
Inget cerita saya soal bus mogok dan Pak Polisi Suryadi dulu itu? Nah ini dia Abang kondektur ramah yang ngobrol dengan saya waktu itu. Nama beliau Hakim.
Barusan ketemu beliau lagi di bus Bianglala 76 Ciputat – Senen. Surprisingly, dia ini hanya beda 5 tahun dgn almarhumah mama saya. Wow. Saya pikir Bang Hakim masih usia 30an! Dan saya dapat ilmu baru dari beliau
Bermula dari cerita ringan soal pengelolaan sampah di kampungnya (dekat Pasar baru Ciputat, depan Carefour Ciputat). Warga membayar Rp15.000 per bulan untuk petugas kebersihan. Setiap rumah warga menyiapkan karung di depan rumah dan petugas kebersihan akan lewat dengn gerobak dorongnya, mengambili karung dan menumpahkan sampah ke dalam gerobak. Mereka sudah tertib dan lingkungan relatif bersih, begitu pengakuannya (saya harus cek lagi kelak, hehe..) Sayangnya, setahu saya, di lokasi itu terkenal dengan pemotor (biker) yang membawa sampah dari rumah masing-masing lalu menggelontorkannya ke trotoar separator Jalan Raya Ciputat.
“Nanti memang ada petugas yang akan mengambil sampahnya, Kak,” terangnya.
“Tapi tetep aja mengganggu pengendara lainnya tuh, Bang,” sanggah saya.
“Iya sih. Biasa deh itu pendatang. Nggak mungkin kalau warga sekitar sih,” jawabnya lagi. Hmmm..
Kemudian berlanjut ke cerita pengelolaan makam di dekat permukimannya. “Warga membayar Rp3.000 per minggu untuk menggaji karyawan TPU. Jadi kelak ada yang meninggal, administrasi dan pengurusannya lebih mudah. Kalau orang luar bisa jutaan. Cukup lah bayaran segitu dari warga. Jumlah kami ada 5 RW. Sisanya disimpan untuk kas,” katanya. Ia juga bercerita soal makam-makam yang tak lagi ditengok keluarganya. Jika dalam 6 bulan satu makam tidak diurusi, sama dengan musnah. Suatu waktu petugas makam akan mengumpulkan belulang tak terurus itu menjadi satu dan menguburkannya di tempat khusus, agar tanah bekas makamnya itu bisa dimanfaatkan oleh keluarga lain. Wow.. untuk meninggal aja keras juga peraturannya ya. :v Saya sampe bengong mendengarnya.
“Kok Abang tau banyak soal itu?” tanya saya.
“Iya. Setiap Jumat saya ke makam. Mengurus makam ayah, ibu dan kakak saya,” jawab dia.
Kemudian beliau bercerita soal penyebab wafat orangtuanya. “Maklum sudah tua,” kata Bang Hakim soal kematian ibunya 1,5 tahun lalu.
“Ibu saya wafat usia 108 tahun,” tambahnya, membuat saya melongo. Hah! “Ayah saya juga wafat 15 tahun lalu, usianya waktu itu 127 tahun,” lanjut dia, membuat mulut saya makin ternganga. *GUBRAKSSSS GULING-GULING-GULING dalam hati*
WOW!! Gimana caranya bisa sampai seusia itu?
“Ayah saya berhenti makan makanan yang digoreng atau berminyak. Dia hanya makan pepes. Ikan pepes, tahu pepes, semua serba pepes. Dia juga ngga makan atau minum es. Kata ayah, jangan pernah minum air kulkas pada pukul 10-11 malam karena itu membuat kering sumsung tulang dan menyebabkan rematik,” katanya.
Saya cataaaaaat! Wow.. “Sejak kapan ayah hanya makan pepes?” tanya saya, penasaran.
“Sejak usia 40 kata ibu dulu sih. Ibu saya juga sama, hanya makan pepes-pepesan. Ayah saya juga rajin olahraga. Jam 3 subuh sudah bangun dan olahraga. Dia dulu kan punya toko kembang di Rawabelong. Jadi sejak subuh sudah aktif angkat-angkat pot dan menyusun kembang,” ujar Bang Hakim. Wow..
Obrolan kami terputus karena bus sudah melewati macet dan si abang harus kembali bekerja. Beneran obrolan singkat penuh ilmu. Terima kasih, Bang Hakim. Tips hidup sehat dari ayah dan ibunya Abang sangat hebat. Semoga ilmu ini bermanfaat buat banyak orang dan menjadi amalan tak berkesudahan bagi ayah dan ibunya Abang ya. Aamiin..
Begitulah hebatnya bincang ringan tapi sarat ilmu. Buat saya, ini dakwah ringan, dan itu bisa dilakukan seorang kondektur. Trus masa kita ngga bisa? π
Happy Tuesday, all.. ππ