Keputusan kali ini tercetus tanpa diiringi linangan air mata.
Sepertinya ini keputusan tepat.
Dan, sungguh, tanpa bermaksud mencatut nama Allah,
tapi, “Bismillahirrahmanirrahim…” semoga ini langkah yang benar.
Semua yang sudah terjadi tak bisa diputar ulang.
Jadi, biarlah berlalu.
Saya sudah menutup pintunya, dan kini mengunci.
Bukan karena membenci, bukan karena sakit hati,
tapi semata berpikir ini adalah langkah paling rasional yang harus diambil.
Jaga dirimu, kekasih.
Semoga bahagia senantiasa menyertai.
Jika memang cinta sejati, biarlah ia menghuni hati ini;
Tanpa suara, tanpa aksara.
Terima kasih telah sudi singgah dalam hidupku nan penuh warna.
Sekian puluh bulan bersamamu adalah pelajaran berharga.
Namun tampaknya kita ditakdirkan untuk berjalan di jejak yang berbeda.
Meski begitu, terima kasih dari nurani terdalam,
Dan “selamat malam”.
kasih tisu ke mbak Nina….. *mumpung lagi diskon*
Jaaahahahahaha… pasti ngira ini soal diriku… 😀
igh, saya kan ga bilang itu mbak Nina.. saya kan cuma ngasih tisu… :p
Berapaan tisunya, Bang? 😀
2000 perak aja ukuran kecil, tapi kalo mau ktemu ama yang jualan belinya kudu 1 karung :p
Huahahahaha.. ngga sekalian pabriknya diborong? :p
bonus dapat yg punya pabrik :p
Aseeeeeekkk.. wkwkwkwkw..
amiiin
Hehehehe… puisi yang latepost ini, En..
Puisi atau doa, mari diaminkan saja mba,hihi
Wkwkwkwkkw… Ayoooo kita move on, Eeeen.. 😀