[CerpeNina] Maybe pt.1 – Love at First Sight?

I wrote this short story almost 15 years ago. Hope it’s still good to read. 😀

It’s in bahasa Indonesia.

maybeChapter I
Love at first sight?

May memasuki restoran di sebuah mall, tempat dia dan Hani janjian, tengok kiri kanan sebentar mencari Hani, sahabatnya sejak SMU. Setelah saling memanggil, May menghampiri bangku Hani, mereka berpelukan gembira dan saling melempar canda, sudah beberapa bulan mereka tidak bertemu. Hani dan May kuliah di tempat berbeda dan sudah 2 tahun mereka lulus dari universitas masing-masing. Walaupun begitu
persahabatan mereka terus berjalan lewat telepon juga email. Kadang mereka saling janjian bertemu kalau ada waktu luang dan hari libur kantor.

“Mana Beno, pacarmu?” tanya Hani sambil menepuk bahu May.

May balas menatapnya, alisnya terangkat, wajahnya jadi keruh “Dia nggak ikut.. Biasa! Kamu ngerti kan?” May menjawab dengan malas.

Hani membulatkan mulutnya, “Ooooo…” dan mengangguk-angguk mengerti. Dari yang Hani dengar dari May, Beno itu seorang pria mandiri yang sedang merintis usahanya, Beno rajin sekali mengurus urusan bisnisnya.

“May.. Sabar aja, harusnya kamu mendukung kan? Artinya dia rajin bekerja, kan untuk masa depan kalian juga! Ngejar setoran, gitu!” hibur Hani.

“Iya.. Udah ah, aku malas membahasnya!”  kata May, “lebih baik aku pesankan makanan ya? Kamu pesan apa?” May langsung menawarkan diri memesan makanan untuk mereka berdua. Memang kebetulan saat itu waktunya makan siang, jadi restoran itu penuh sesak dengan para pelanggan yang hendak makan siang. Lalu May antri di barisan, menunggu
giliran.

Agak lama kemudian May kembali dengan pesanan mereka berdua. Keduanya larut dalam obrolan tentang kerja mereka. Hani seorang arsitek dan bekerja di suatu perusahaan sedangkan May yang sarjana ekonomi bekerja sendiri menjadi guru les. Mereka berbagi cerita tentang bidang kerja masing-masing, kelebihan dan kekurangannya.

“Han, sebenarnya aku suntuk banget! Sebal rasanya, tadinya aku kan mau ajak Beno nonton setelah janjian sama kamu ini. Eeh, dia malah kabur lagi!”

“Kaburnya juga kan untuk kerjaan..” kata Hani.

“Iya sih, tapi aku khawatir ama jadwal dia.. Skripsinya kan belum beres, jadi dia mati-matian ngejar waktu membereskannya.. Tahun ini kan deadline untuk dia, kalau nggak beres juga, bisa DO dia! Makanya, siang malam dia ngerjain skripsinya. Belum lagi bisnis dan janji-janji sama koleganya..

“Cari uang sih boleh aja, tapi kupikir nggak ada salahnya ambil break sedikit untuk hiburan. Aku ngerasain dia selalu tegang aja bawaannya..” curhat May.

“Tegang gimana? Jangan ngeres ah kamu!” canda Hani.

“Ah kamu!” May akhirnya tertawa juga, “Yang ngeres tuh kamu, lagi! Maksudku, dia sekarang jadi lebih serius. Sedikit-sedikit ngomongin bisnis..”

“Ya, mungkin karena kamu kan pacarnya, jadi paling tidak dia mau berbagi pikiran soal bisnisnya, iya kan?” kata Hani bijak.

“Iya sih.. Sebenarnya aku ngerti.. Tapi kan aku juga mau dong dia seperti dulu, aku kan masih senang dia rayu..”

“Hah? Memangnya Beno bisa merayu?” potong Hani, “Yang aku tahu dari kamu kan, Beno itu cowok terdingin di dunia!”

“Dingin itu kan yang terlihat dari luar! Kamu nggak tahu aja dia di dalamnya gimana dan hanya aku yang tahu!” May terkekeh menang.

Sejurus kemudian dia berubah murung, “Yah.. dia emang nggak bisa merayu sih, tapi dia kan bisa bilang kalau dia sayang aku atau gimana kek! Biasanya juga dia sering bilang ‘I love you’ ama aku.”

“Huuu.. sok romantis nih!” ledek Hani.

“Eh! Serius! Waktu pertama-tama jadian kan dia mesraaaa.. banget, bisa puluhan kali dalam sehari kita bilang I love you, tiap berduaan, juga di telepon, di surat..”

Surat? Kalian kan kost-nya masih satu daerah, satu kelurahan malah! Tinggal di kota yang sama, walaupun tempat kuliahnya beda tapi kan kalian setiap hari ketemu!”

“Itulah! Bahkan kita menyurati satu sama lain, saking romantisnya.. Hanya menulis perasaan kita aja, ya I love you – I love you itu!”

“Waduh! Ternyata!” Hani tertawa. Walaupun May sahabatnya, tapi dia jarang cerita tentang Beno selain hal-hal umum. Memang ada teritori yang tidak bisa ditembus sebagai sahabat sekalipun, karena mereka saling menghargai privacy masing-masing. Hanya yang dipikir perlu diketahui oleh sahabatnya saja May baru cerita atau curhat. Begitu juga sikap Hani ke May, sama saja. Namun itu justru malah membuat mereka lebih akrab.

May meneruskan, “Bahkan kita pernah terucap kalau ucapan I love you itu adalah makanan sehari-hari, nggak akan pernah bosan kita ucapkan ke masing-masing.. Juga nggak akan pernah bosan mendengarnya..” wajah May jadi nelangsa. “Sekarang dia nggak lagi mesra ama aku, perasaan nih jadi serasa hampa deh..”

“Kalian sebenarnya pacaran sudah berapa lama?” tanya Hani.

“Sekitar 2 tahun-an, sejak aku lulus,” jawab May.

“Sama mantanmu masih sering bertemu nggak?” Hani membicarakan pacar May yang terakhir, mereka berpacaran sepanjang 4,5 tahun mereka kuliah, namun akhirnya putus. Mungkin masih menyakitkan untuk May.

“Enggak, aku nggak pernah ketemu mantanku lagi. Aku mencoba untuk jaga perasaan Beno. Beno kan cemburuan, walaupun dia nggak bilang, tapi di dalam hatinya aku tahu.. Aku nggak mau buat masalah..”

“Iya, aku ngerti.. Kamu yakin ya sama Beno?” tanya Hani.

“Mungkin ini terdengar lucu, tapi, iya, aku yakin sama Beno. Bisa aku bilang, aku mau banget menghabiskan sisa hidupku bersama dia, nikah sama dia, and having his children..” May tersenyum.

“Wajar.. Kita udah pada dewasa nih. Beberapa tahun lagi kita kepala tiga, lho!” keluh Hani sambil tertawa.

“Iya.. makanya, kapan kamu punya pacar?” May melirik Hani nakal. Mata Hani terbelalak, May sedang meledeknya. Hani langsung mencubit May yang tertawa-tawa. Selama ini Hani memang tertutup dan tidak ada waktu untuk pacaran.

“Aku bukannya nggak mau punya pacar, tapi belum ketemu aja! Aku nggak mau coba-coba jadian sama seseorang sebelum yakin aku emang cinta dia..” Hani membela diri.

“Idealis atau memang nggak laku nih?” ledek May lagi, Hani mencubit makin keras hingga May mengaduh, “Ampun.. Ampun, Bu’ne…”

“Sebenarnya sih, emang nggak laku aku!” kata Hani setelah berpikir sebentar, mereka tertawa geli.

“Ah, kamu! Jangan pesimis begitu! Kamu tuh cantik kok, tapi mungkin kamu keliatannya terlalu dingin, jadi cowok takut mendekati kamu..” hibur May.

“Huuu..” keluh Hani, “padahal aku ini available kok! Apa perlu pasang spanduk di dadaku dengan tulisan ‘Hai, aku single, sedang cari pacar’ begitu?” tawa mereka  makin keras.

“Nggak perlu begitu banget sih.. Tapi mungkin kamu perlu nekat sedikit, misalnya begitu ada cowok manis yang tipe kamu, langsung hampiri dan ajak kenalan..”

“Wah! Itu lebih gila lagi! Harga diriku mau dikemanain?” mereka tertawa lagi.

Kemudian Hani pergi mencuci tangannya. May tetap duduk dan menghabiskan makan siangnya. Sampai akhirnya May merasa ada yang sedang memperhatikan mereka. May mencari arah tatapan yang dia rasakan. Setelah menoleh ke kanan, dia menemukan dua orang pria sedang berbicara setengah bercanda. Salah satu pria itu memandangi May,
sedang yang satunya memperhatikan Hani yang sedang cuci tangan.

Pria itu sadar kalau May menangkap basah dirinya sedang memandang May, dia tersenyum manis lalu sedikit melambaikan tangan. May dengan grogi membuang muka. Pria itu gagah, terlihat dewasa dan berwibawa walaupun gayanya casual. Mungkin usianya awal 30-an.

Ketika Hani kembali May langsung berbisik, “Jangan nengok, tapi cowok-cowok itu ngeliatin kita!”

“Yang mana?” tanya Hani dengan mimik serius. “Arah setengah delapan-nya kamu!” jawab May.

“Jadi aku disuruh nengok atau gimana ini?” mereka tertawa kecil.

“Boleh deh nengok, tapi sedikit aja ya..” Hani menoleh ke arah yang ditunjuk May. Pria-pria itu melihat juga ke arah May dan Hani, mereka tersenyum.

“Aiih..lumayan ganteng!” kata Hani, “tapi amit-amit aja, ngeceng kok di restoran begini!”

“Kita cabut aja yuk? Aku cuci tangan dulu ya..” May berjalan ke wash basin. Dia berusaha mengabaikan pria-pria itu, ‘jangan sampai mataku melihat mereka lagi’ tekadnya dalam hati, ‘tapi ganteng juga yang satu itu!’ May tersenyum dalam hati.

Setelah mereka menghabiskan minum, Hani dan May keluar restoran dengan mengacuhkan pria-pria tadi, yang mulai berlagak mengeraskan suaranya, mengatakan kalau Hani dan May gadis-gadis yang cantik tapi sombong. May dan Hani hanya tertawa geli, saling berpandangan mendengar komentar mereka, “Kayak anak SMU aja ya, cara mereka cari perhatian! Basi banget!”

“Mungkin cara nyari perhatian seperti itu masih ampuh bahkan untuk yang sudah tua begitu!” kata May tertawa.

Mereka berjalan bergandengan ke sebuah toko buku yang ada di mall tersebut. Sejak SMU dahulu kegiatan kesukaan mereka adalah janjian di mall yang sama lalu makan di restoran tadi kemudian ke toko buku tersebut atau nonton ke studio 21 di tingkat teratas.

Di toko buku mereka terpisah, mencari topik buku kesukaan masing-masing. Tak lama kemudian Hani menghampiri May, setengah panik. “May.. ternyata mereka ngikutin kita lho! Atau cuma kebetulan aja?”katanya, ia menunjuk suatu arah dengan ibu jarinya. Mata May mengikuti arah yang ditunjuk Hani. Tapi mungkin bukan kebetulan, karena pria-pria itu tetap memperhatikan mereka.

“Wah! Nekat juga mereka! I wish Beno were here nih!” keluh May.

“Santai ajalah, kelihatannya mereka nggak jahat kok, mungkin penasaran pengen kenal kita..” kata Hani, “Aih, jadi kayak selebritis aja kita!” mereka tertawa geli.

Benar saja, pria-pria itu akhirnya menghampiri, “Hai.. kebetulan ya kita ketemu lagi!” ucap salah satu dari mereka.

“Kayaknya kalian sengaja deh!” ketus May. Hani menyenggol tangan May, isyarat.

“Wah! Ketahuan ya kalau kita mengikuti kalian?” kata pria yang terus memperhatikan May itu.

“Jelas banget.. Memangnya ada keperluan apa ya, kalian mengikuti kami? Apa kami punya hutang pada kalian? Padahal kami sepertinya tidak kenal kalian..” kata May berani.

“Justru itu.. karena kalian belum kenal kami, makanya kami ingin kenalan dulu sebelum kami memberi hutang pada kalian..” jawab pria itu lagi. Pria yang satu lagi tertawa. Hani meringis.

‘Kurang ajar!’ gerutu May dalam hati, ‘pintar ngomong juga nih cowok! Keren lagi!’ May menahan senyumnya untuk ucapan hatinya yang terakhir tadi.

“Saya Andre, kalau kalian tertarik mengetahui nama saya..” ujar pria yang berani itu.

“Saya Teddy,” sambung pria yang satu lagi sambil menyodorkan tangan kepada Hani. Hani menyambutnya ragu-ragu, “Hani..” May masih berkeras. Dia menatap mereka dengan pandangan menyelidik.

“Jangan takut, kami bukan buronan, kami nggak jahat kok. Hanya ingin kenal gadis-gadis cantik seperti kalian..” kata pria yang bernama Andre itu.

“Dan kami bukan cewek gampangan seperti yang kalian pikir!” jawab May pedas, lalu menarik tangan Hani untuk segera pergi.

“Kami nggak berpikir kalian cewek gampangan!” kata Andre lagi sambil menghalangi May pergi, “Kami hanya sekedar cowok-cowok nekat dengan kepercayaan diri tinggi, yang berpendapat kalau kalian tuh cewek yang menarik!”

May tercengang dengan kengototan Andre dan ketegasan di suaranya. Pria ini bukan pria sembarangan! Untuk pertama kali dalam hidupnya May merasa gentar, Hani juga terlihat jadi agak panik.

“Maaf kalau kami tidak menemukan cara lain untuk berkenalan, tapi kami juga bukan cowok nakal. Hanya nekat, itu aja!” tambah Andre lagi. Suaranya jelas, namun tetap ramah.

“Kami nggak akan memaksa, hanya saja lebih menyenangkan kalau kalian
bersedia menerima kami sebagai teman,” sambung Teddy.

“Apakah begitu penting untuk menjadikan kami teman?” tanya May masih bernada judes.

“Tentu saja! Karena kami sangat tertarik pada kalian, siapa tahu kalian bisa jadi pacar kami..” ucapan Andre yang blak-blakan sangat mengejutkan May dan Hani.

Pria yang bernama Teddy itu tersenyum-senyum, “Maaf, teman saya Andre ini memang agak gila! Tapi berani sumpah, dia biasanya sopan dan enggak senekat ini!”

“Keberatan?” tanya Andre lagi, lebih lunak.

“Aku sih nggak..” kata Hani tersenyum lalu menarik-narik May agar lebih sabar sedikit. May menatap mereka sebentar, “Oke, maaf kalau aku tadi marah-marah, soalnya curiga dong sama kelakuan cowok seperti kalian!” kata May akhirnya.

“Iya, maafkan kami juga deh..” kata Andre tersenyum manis sekali, “dan nama kamu…?”

“Aku Malida” Ujar May. Andre menyodorkan tangan cepat, mereka bersalaman, Andre tersenyum hangat. May tidak mau mengakui namun hatinya agak grogi. Padahal biasanya dia gadis yang percaya diri dan tidak pernah ragu-ragu. Lalu mereka saling berkenalan satu sama lain.

May menyadari banyak pasang mata yang memperhatikan mereka, rupanya Andre menyadari sikap tubuh May.  “Mmmh.. nggak enak ya dilihatin orang begini, gimana kalau kita ngobrol sambil minum di kafe itu? My treat! Jangan kuatir,” ajak Andre.

“Boleh, yuk..” sambung Hani. May terbelalak dengan tatapan bertanya pada Hani, tumben sahabatnya itu seberani ini, biasanya Hani paling acuh soal cowok. “Aku mau ikutin nasehat kamu! Aku suka Teddy ini, jadi kenapa nggak kita coba aja?” bisik Hani cepat. May meringis, teringat ucapannya saat mereka makan siang tadi.

May mencoba melangkah mantap mengikuti Andre dan Teddy. Mereka berjalan menuju sebuah kafe yang agak sepi dan tenang, tidak jauh dari toko buku. Tak lama kemudian mereka terlibat percakapan yang menyenangkan. Suasana kaku di antara mereka mencair karena Andre ini ternyata sangat pintar memancing pembicaraan. Begitu juga May, kelihatannya mereka bisa saling nyambung.

“Kami ini tim pi-ar di suatu Production House di kota ini,” kata Andre membicarakan tentang karirnya. ‘hmm.. pantas saja dia pintar berbicara!’ gumam May dalam hati.

“Aku guru les,” kata May pendek.

“Aku sih arsitek,” sambung Hani dengan nada ragu. May meliriknya, mungkin Hani takut pria-pria ini menganggapnya menyombongkan diri.

“Wah! Kamu arsitek? Aku juga arsitek, spesialis interior design, tapi akhirnya kerja di PH!” ujar Teddy gembira. Hani terbelalak, “Aku juga interior lho!” Keduanya jadi asyik dalam pembicaraan masing-masing.

“Jadi kamu orang sastra ya?” tanya Andre.

“Bukan, aku orang ekonomi, tapi akhirnya jadi guru les,” jawab May.

“Manajemen? Akuntansi? Marketing?” tanya Andre tertarik.

“Bukan semuanya..” May tersenyum-senyum.

“Ooh! Ekbang ya?” tebak Andre lagi.

“Pintar juga!” puji May, “kebanyakan orang nggak tau Ekbang.”

“Sebenarnya aku juga kuliah Ekbang, kok!” mereka tertawa.

“Oh ya?” May terbelalak kaget. Jarang dia bertemu dengan mantan mahasiswa yang sama-sama jurusannya.

“Kamu sekarang jadi guru les? Jadi guru kan sulit!”

May tersenyum, “Aku ngajar bahasa Inggris untuk anak-anak SD dan SMP. Kayaknya biasa aja kok.. Nggak terlalu istimewa.”

“Pokoknya yang namanya guru itu hebat lagi!” puji Andre terus.

“Jadi pi-ar juga hebat, biasa berurusan sama publik ya? Pantesan pintar bicara, pintar memuji lagi. Atau ada maunya?” sindir May.

Andre menatapnya jahil, “Mungkin memang aku ada maunya..” dia tertawa kecil, May tersenyum.

“Eh, kok dari Ekbang bisa jadi pi-ar tuh gimana caranya sih, Pak?” tanya May mengalihkan pembicaraan.

“Lho, kok manggil aku Pak sih?” Andre mengernyit, “Ted, masa aku dipanggil ‘Pak’ sama Non Malida ini!” Andre mencolek Teddy.

“Iiih, aku malah dipanggil ‘Om’ sama Hani, makanya aku juga panggil dia ‘Tante’!” Teddy tertawa.

“Eh, aku kan udah panggil ‘Mas’ Teddy kan?” kilah Hani.

“Oh iya, bener juga ‘Mbak’ Hani..” kata Teddy, Hani tersenyum geli.

“Nah, ‘Bu’ Malida..??” Andre menatap May, penuh pertanyaan.

“Iya deh, ‘Kek’!” cibir May.

Andre tertawa agak keras, “Kok malah ‘Kakek’? Lebih parah ini, ‘Nek’ Malida!”

“Abis, kelihatannya Pak Andre ini sudah tua!” May meledek.

“Emangnya kamu pikir usiaku berapa coba?” kata Andre.

“30-an?” jawab May.

“Mmm… bener sih.. Masa sih segitu udah tua? Kamu sendiri berapa?”

“Aku 26, Hani 27. Persisnya Pak Andre usianya berapa?”

“Wah! Jangan panggil ‘Pak’ lagi dong! Kita hanya berbeda beberapa tahun kok!” Andre tersenyum simpul.

“Aku sih 28, Mas Andre ini 30, dia bosku!” Teddy yang menjawab.

Andre melirik Teddy sambil tersenyum, “Bos apaan? Ngaco kamu!”

“Tuh kan, tua!” ejek May, Hani tertawa geli.

“Hanya beda beberapa tahun kan?” tangkis Andre.

“Iya, beberapa tahun kuda!” May tersenyum, mereka tertawa.

“Panggil nama aja juga nggak apa-apa kok!” kata Andre.

“Nggak ah! Kayaknya kok kurang sopan, aku panggil Mas Andre deh, asalkan Mas Andre juga manggil aku May ya?” May meliriknya ramah.

“Nah! Itu kedengerannya lebih enak! Ya kan, May?” Andre tersenyum puas.

“Jadi, Mas Andre kenapa bisa jadi pi-ar begini?” May kembali ke pertanyaannya semula. May melirik Hani dan Teddy yang terlihat asyik dengan percakapan mereka sendiri.

“Yah, mungkin sudah nasib. Aku pernah jadi ketua senat, kata orang aku pintar ngomong. Makanya, karena lapangan kerja di EkBang agak sulit, aku andalkan aja kelihaian aku bicara,” jawab Andre tanpa nada sombong sama sekali. May tersenyum lagi.

“Pacarku juga, dia anak teknik informatika, tapi sekarang dia bisnis sendiri..” kata May tanpa memperhatikan perubahan muka Andre.

“Jadi kamu udah punya pacar?” tanyanya.

“Udah.. Mas sendiri?” May balik bertanya.

“Belum..” ada senyum masam dari Andre, “tapi sebentar lagi punya!”

“Selamat, kalau begitu!” kata May biasa.

“Sudah berapa lama kalian pacaran?” Andre menyelidik.

“Sekitar 2 tahun deh..” jawab May. Andre mengangguk-angguk.

Mereka meneruskan berbincang-bincang sampai akhirnya May dan Hani berpamitan pulang lebih dulu. Teddy dan Andre menawarkan untuk mengantar mereka pulang, tapi May dan Hani menolak. Akhirnya mereka hanya bertukar nomor telepon saja.

Selepas kepergian Hani dan May, Teddy dan Andre saling bertukar kesan mereka sambil berjalan ke lapangan parkir. “Hani itu manis, pemalu, dari omongannya dia cerdas. Yang paling penting, dia masih single! Kesempatanku besar nih, Dre!” Teddy berbinar-binar, “mungkin memang takdir ya, dari nama kita aja udah manis.. Teddy bear and Honey, sejodoh deh!” mereka tertawa-tawa.”Gimana dengan May?” tanya Teddy.

“May sangat menarik! Cerdas, cantik, keras kepala, angkuh, tapi dari obrolan tadi terlihat jelas kalau dia itu romantis, sentimentil, keibuan dan penuh kasih sayang. Benar-benar tipeku!” kata Andre sungguh-sungguh.

“Wah.. kamu senang dong ya?” kata Teddy.

“Senang sih.. bahkan kayaknya aku memang langsung jatuh cinta sama dia!” Andre menekan tombol unlock mobilnya, “sayangnya dia udah punya pacar!”

“Yaaahh!” Teddy melenguh kecewa sambil membuka pintu mobil.

“Tenang aja, tadi kan aku udah bilang, cewek cantik macam begitu pasti udah punya pacar! Kalau hanya baru pacaran aja sih, santai lah! Masih ada kesempatannya!” kata Andre lalu masuk ke mobil.

“Well.. selama belum nikah, masih milik bersama, betul?” sindir Teddy meniru prinsip sahabatnya itu. Mereka tertawa sambil masuk ke mobil.

Sesaat Andre memainkan setir mobilnya, ia mengernyit sebelum berkata lagi, “Kuperhatikan tadi, kelihatannya May itu kesepian, somehow! Mungkin pacarnya kurang memuaskan!” mereka tertawa geli.

“Oh iya! Buktinya mereka jalan berdua saja, cewek-cewek, tanpa pacarnya! Tapi mungkin aja karena acara cewek, semacam girls nite out begitu? Ngerti kan?” kata Teddy.

Andre men-starter mobilnya, “Bisa jadi, sih. Tapi kupikir bukan begitu. Ada nada kesepian dari May tadi! Mungkin pacarnya membatalkan janji karena sibuk kerja, dia jadi agak kecewa.”

“Ah! Kamu ini, nebak atau memang paranormal sih?” ledek Teddy.

“Aku kan cowok romantis, jadi tau lah kelakuan sesama cowok!” mereka tertawa berbarengan. Mobil Andre mulai berjalan keluar pelataran parkir.

“Pokoknya kalau memang May kurang diperhatikan cowoknya, aku bisa menarik May dengan banyak perhatian. Aku akan bikin dia jatuh cinta sama aku, Ted!” tekad Andre.

Teddy tersenyum, “You’re crazy, but good luck aja, deh man!”

(to be continued..)


Leave a Reply

Please log in using one of these methods to post your comment:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Twitter picture

You are commenting using your Twitter account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

%d bloggers like this: