[Romansa] A Love Story – Wak Ipol dan Wak Beben

Malam ini, saat saya diantar ke Terminal Leuwipanjang oleh Ekky, Uwa Ipol (kakak papa) dan Uwa Beben, saya iseng bertanya, “Wak, dulu bagaimana awal ketemunya?” Mengingat Opa saya, Jazir Tanzil, adalah tipe ayah yang streng (keras) soal hubungan antara laki-laki dengan perempuan. Tidak ada satupun anak Opa yang boleh pacaran. Pokoknya utamakan pendidikan dulu. Nah tapi ada yang beda dengan kisah cinta Wak Ipol dan Wak Beben.

“Wooooh kalau dulu Opa itu malah baik sama Wak Beben. Kan partner bisnis,” jawab Wak Ipol. Wah? Oh ya? Bagaimana ceritanya?

Jadi di sekitar tahun 1958 itu Wak Beben adalah partner kerja Opa Jazir Pdi kantor sosialisasi kebudayaan Amerika. Mereka sering sosialisasi bareng–menginap bareng dan naik mobil yang sama; keliling Jawa.

“Tapi sebelumnya Uwa udah kenal duluan sama Wak Beben,” ujar Wak Ipol. Lho? Kok bisa?

“Iya, dulu Wak Ipol suka minta sumbangan ke kantor Uwa. Kan Wak Ipol tu ikut organisasi dan suka cari sponsor,” jelas Wak Beben. Ehhh?

“Dulu Uwa ikutan IPPI, Ikatan Pemuda Pelajar Indonesia. Nah kita sering ada kegiatan dan minta sumbangan ke kantor-kantor, salah satunya kantor Wak Beben,” tambah Wak Ipol. Wah..

“Apa Wak Beben tau kalau ternyata Opa adalah papanya Wak Ipol?” tanya saya.

“Tadinya nggak tau. Tapi suatu hari Opa ngundang ke rumahnya dan manggil Wak Ipol untuk menyuguhi minum,” kata Wak Beben, “Oh, ternyata di sini toh rumahnya cewek itu.” Kami tertawa. Kebetulan kah? I don’t think so. 😉

“Uwa juga kaget, lho ada cowok itu (maksudnya Wak Beben), ngapain dia di sini? Tapi Uwa dieem aja, ngga menegur dia. Disuruh suguhin minum ya suguhi. Habis itu Uwa masuk ke dalam,” kata Wak Ipol.

“Pasti disuruh masuk juga lah ya sama Uu?” celetuk Ekky yang cermat mendengarkan sambil menyetir.

“Hahaha.. iya, pasti Opa nyuruh masuk juga. Mana mungkin boleh anak-anak perempuan Opa ngobrol dengan laki-laki,” sahut Wak Ipol.

“Trus pacarannya gimana, Wa?” penasaran saya.

10923756_10155155496700533_6635047021332047719_n
The Classic wedding photo of Wak Ipol and Wak Beben. They’re wearing traditional Minang (West Sumatra) Bride and Groom Clothes.

“Wa Beben mah nggak mau pacaran diam-diam. Harus terang-terangan, jujur sama orangtua, walaupun dilarang juga,” balas Wak Ipol.

Weiiiii mantap! Nahhh begitu namanya gentleman! “Harus diikuti nih cara Opanya Ekky ya,” kata saya, mencolek keponakan saya yang asyik nyetir sambil menyimak.

“Ahahahha.. iya, Teh.”

“Tapi Opa sempat melarang Uwak dekat dengan Wak Beben. ‘Awas, jangan dekat-dekat. Dia sudah punya istri,’ begitu kata Opa,” kata Wak Ipol.

Hah???

“Iyaa Opa mengira Uwa udah beristri. Gara-gara waktu perjalanan dinas bareng, Opa kan rajin tuh beliin oleh-oleh, ‘Ini untuk istri saya, ini untuk anak saya.’ Ya udah Uwa becandain aja, ‘Saya juga beli untuk mertua saya ah..’ Itu cuma bercanda, tapi dikira serius. Makanya Opa mengira Uwak sudah berkeluarga. Padahal mah single banget. Wong tinggalnya aja indekos,” jelas Wak Beben, tertawa.

“Opa tuh sampe menyuruh sopirnya, Bung Eddy, untuk nyelidik, dia ngikutin ke mana Wak Beben pulang. Istrinya kayak bagaimana dan anaknya berapa. Hahaha..” Wak Ipol terbahak.

“Iya.. Sopir Opa sampe disuruh nyelidik. Yang ada laporannya ya begitu, ‘Pak, saya sudah tanya ke ibu kosnya, katanya Bung Ben mah ma7sih sendiri, da tinggalnya juga di kosan.’ Ya udah, jadinya boleh deh,” ujar Wak Beben.

“Wak Beben mah pinter. Dia kalau ngajak nonton, belinya empat tiket. Untuk Oma dan Opa juga. Jadi alasannya ngajak nonton rame-rame,” urai Wak Ipol. Sontak saya ngakak.

“Wah.. hebat Uwak. Metodenya adalah mengambil hati orangtua ya. Musti diikuti juga tuh, Ky,” colek saya ke Ekky lagi. Hihihihihi..

“Tapi itu juga gak bisa duduk berduaan. Jadi pa-ujung-ujung. Wak Beben, Opa, Oma, baru Wak Ipol,” jelas Wak Ipol. Saya ngakak lagi. Sudah diduga. Opa memang keras soal itu.

“Anak-anak sekarang mah udah gak bisa dididik dengan cara keras begitu. Zamannya sudah beda, informasi yang masuk dan kultur sudah berubah semua,” kata Wak Beben.

Saya terdiam, sepakat dengan ucapan Wak Beben. Iya, bener, Wak. Anak-anak sekarang berani berargumen dengan logika. Namun demikian, menurut saya, cara klasik dan yang konservatif begitu tetep yang terbaik. Harusnya anak-anak mengikuti cara seperti ini: pedekate terang-terangan, bersedia memperkenalkan diri ke orangtua si cewek dengan sopan meski risikonya ditolak atau dilarang. Dan yang terpenting, pandai membawa diri, beradaptasi dan mampu memenangkan hati keluarga si  cewek.

So, my sons and nephews, when you think you found the one, prove to their family that “Chivalry is not dead”. 🙂

Thank you for sharing cerita romantisnya, Wak Ipol dan Wak Beben. Salut, usia pernikahan Uwak saya ini sudah menginjak usia 54 tahun (Sept 1960 hingga sekarang) dan keduanya masih mesra.. ^_^ So sweet.. Semoga mesranya terus sampai melampaui akhirat ya, Waaak.. Aamiin..

And here are the pics I promised. 🙂 Classic!

10931311_10155155496880533_471599129634448049_n
Oma Iyam, Wak Beben, Wak Ipol dan Opa Jazir
Advertisement

Leave a Reply

Please log in using one of these methods to post your comment:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.