Assalamu’alaikum wr. wb.,
Hari yang ditunggu-tunggu sekira 250 juta rakyat Indonesia akhirnya datang juga. Hari ini, Selasa, 22 Juli 2014, Komisi Pemilihan Umum (KPU) akan segera mengumumkan hasil penghitungan suara Pemilihan Presiden (Pilpres) periode 2014 – 2019 pada jam 16.00 WIB nanti.
Dan, Presiden Republik Indonesia periode 2014 – 2019 adalah…… 🙂
Siapapun presiden kita, semoga dia amanah. Karena dia adalah pilihan rakyat Indonesia, jadi yang menang adalah rakyat Indonesia. Rasanya sejak awal saya sudah mengatakan itu ya? Meski secara hitungan di atas kertas menyebutkan (mungkin) Calon Presiden (Capres) pilihan saya tidak menang, tetap saja buat saya sih ngga masalah. Harmoni dan keamanan negara lebih utama.
“Kebetulan” saya bukan tipe pendukung yang fanatik dan mabuk kepayang dengan Capres yang saya pilih. Saya juga ngga pernah merisak Capres yang tidak saya pilih. Lha buat apa juga dirisak, lha wong dia juga anak pertiwi terbaik yang dicalonkan dan lolos seleksi KPU kok. Dan rasanya saya juga ngga pernah terpancing sama provokasi kawan-kawan lain baik yang pilihannya sama, apalagi pilihan berbeda, meski ucapan mereka seringnya menyakitkan untuk dibaca karena sudah menyerang ke ranah pribadi. Padahal pilihan kan hak konstitusional ya? Kenapa ngga bisa saling menghormati coba? Ck ck ck..
Tadi subuh saya siarkan di twitter saya bahwa tahun 2014 adalah Pilpres terburuk dalam 40 tahun terakhir. Well, mungkin saya lebay, karena saya baru punya hak suara sejak Pemilu 1997. Tapi betulan, saya perhatikan sepanjang periode Pemilu sebelumnya (1972-1997 lalu 1999-2014), ngga pernah ada masalah “seprinsip” itu sampai memecah-belah masyarakat seperti tahun ini.
Saya pikir Pemilu 2009 adalah yang terburuk (karena kandidatnya ngga ada yang keren, hahaha..) eeeh ternyata tahun ini lebih buruk, karena terbukti benar-benar merusak pertemanan, merusak kode etik (jurnalistik), merusak kepercayaan masyarakat kepada negara, dan seterusnya.. Astaghfirullah..
Saya jadi 100% merindukan Pemilu yang mengusung asas LUBER–Langsung Umum Bebas dan Rahasia seperti yang diterapkan Orde Baru dahulu. Tak satupun dari kita yang tahu siapa memilih partai apa. Tak satupun kita membeberkan apa/siapa pilihan kita. Yang tahu apa/siapa pilihan kita hanyalah kita dan Tuhan, di bilik suara. Era digital dan media sosial ini tampaknya membuat kita lupa poin “rahasia” dari asas LUBER tadi ya..
Anyways, pada Sabtu (19/7) lalu saya menghadiri Buka Bareng (Bukbar) bersama Komunitas Piye Kabare–salah satu komunitas relawan pendukung Prabowo-Hatta, di Masjid At-Tin, Taman Mini Indonesia Indah. Saya datang memenuhi undangan kawan saya di sana. Alhamdulillah, bertambah kawan juga sepulangnya dari sana. 🙂
Mereka semua adalah relawan pendukung Prabowo, terdiri atas orang-orang Jakarta, Jawa, Makassar, NTB, dan sebagainya. Saya di sana hanya membantu saja, sambil mengamati satu per satu orang yang saya ajak bicara. Penasaran, seperti apa sih “orangnya Prabowo”? Apakah betul seagresif yang dikatakan media dan publik?
Memang sih, hanya beberapa jam saja saya menghabiskan waktu dengan mereka, mulai pukul 17.00-an sampai 20.00-an WIB. Hanya tiga jam. Dalam waktu tersebut, mereka langsung welcome sama kehadiran saya. Ngga ada yang memicingkan mata curiga, jangan-jangan saya ini penyelusup dari kubu sebelah–atau hal-hal negatif seperti itu. Sama sekali ngga ada. Malahan kami saling melempar canda yang ngga ada kaitannya dengan Pilpres ataupun Capres.
Oh ya, mereka ngga tau lho saya ini siapa. Mereka ngga tau kalau saya ini penulis apalagi editor/jurnalis. Hanya satu–kawan saya–saja yang tau siapa saya, dan kawan saya itu ngga membuka jatidiri saya.
Usai buka puasa, obrolan memang agak serius seiring hadirnya “tim inti”. Saya sempat iseng melemparkan isu, “Kayaknya Prabowo-Hatta kalah nih sama Jokowi-JK. Gimana menurut Bapak-bapak dan Ibu-ibu?”
Tahu nggak apa jawaban mereka? “Nggak masalah, Mbak. Yang penting kami sudah berusaha maksimal. Dan, Pak Prabowo juga maunya kita semua menjaga situasi tetap damai.”
Lebih lanjut, mereka sempat membahas soal quick count versi ini itu, tanpa menghakimi mana QC yang benar dan mana yang salah. Mereka cukup menyatakan, “Tunggu KPU saja.”
Ngga sedikitpun mereka bicara sinis atau menghina media yang berpihak. Padahal saya sudah mencoba memancing, lho! Hahahaha.. Mereka santai saja, ngga terpancing provokasi saya. 😀 Salut saya jadinya. Ini baru komunitas kecil dan suasananya damai begini. Apakah di komunitas inti lingkungan Prabowo sama damainya? Entahlah, tapi sungguh, saya penasaran!
Anyways, setelah mereka sadar siapa saya, gegara saya banyak tanya-tanya (khas wartawan, hahahaha..) barulah mereka mau sharing info lebih dalam lagi. Soal perhitungan suara. Soal upaya mereka membantu kampanye Prabowo di provinsi masing-masing. Soal isu keamanan menjelang pengumuman oleh KPU. Dan intinya semua pembicaraan itu punya satu kesimpulan, “Siapapun presidennya, Prabowo atau Jokowi, kita tetap jaga kedamaian.”
Great! 🙂
Mari kita juga cantumkan di dada kita: persatuan dan kesatuan lebih utama daripada kepentingan/pilihan pribadi.
Semoga ke depannya demokrasi di negeri ini semakin dewasa, diiringi pemerintahan yang juga semakin bersih dan solid (good & clean governance), dan kemakmuran rakyat Indonesia juga semakin meningkat. Aamiin.. Yakin, itu bisa dilakukan oleh kita SEMUA, bukan hanya oleh presiden dan/atau pemerintah saja, tapi juga masyarakat, akademisi, kaum kreatif, dan para pemuka agama. Yuk, kita semua saling sinergi dan kompak buat kemajuan negeri tercinta Indonesia. Lupakan perbedaan, kini waktunya kita berpikir tentang persamaan: sama-sama lahir di Indonesia, sama-sama hidup di Indonesia, sama-sama orang Indonesia. 🙂
Dan selamat bekerja untuk Presiden RI yang baru. Ngga akan mudah membenahi Indonesia, tapi Anda tidak sendirian, Pak. Ada 250 juta orang SDM Indonesia yang siap bekerja bersama Anda. Semangat!
Catatan:
Risak = Bully.
risak /ri·sak/ v, merisak /me·ri·sak/ v mengusik; mengganggu: mereka tidak putus-putusnya ~ ku dng berbagai-bagai olok-olokan. (Sumber: http://kbbi.web.id/risak)