[kata] provinsi

Saya sempat bingung dengan penggunaan kata “provinsi” ini, karena seperti bahasa lisan, dituliskan dengan PROPINSI, bukan PROVINSI. Meskipun saya tahu, ejaan yang lebih baku adalah PROVINSI (karena mengadaptasi bahasa asing: PROVINCE), tapi yang namanya editor bisa jadi salah juga karena lebih sering menemukan kata PROPINSI daripada PROVINSI.

Akhirnya, saya melemparkan pertanyaan di salah satu situs tanya-jawab (Yahoo Answer Indonesia), hasilnya memang PROVINSI.

Berikut saya copy-paste artikel yang memperkuat alasan penggunaan kata PROVINSI tersebut. Situs ini direferensikan oleh pengguna Yahoo Answer Indonesia. (thank you!)

Kepedulian Kita Kepada Bahasa Indonesia

Oleh: Fachrur Rozy

Kata provinsi itu, ditulis dengan v (provinsi) ataukah p (propinsi), tanya seorang teman lewat telepon kepada saya. Saya jawab: “Provinsi dengan menggunakan v seperti kata victory. Memang dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) ada dua cara penulisan, yakni propinsi dan provinsi, tetapi yang baku adalah provinsi. Alasannya, kata tersebut berasal dari province (Inggris).”

Selain itu dalam KBBI kata provinsi-lah yang mendapat penjelasan tentang makna kata. Kata province ini, menurut Webster’s New World Dictionary adalah: 1) any of the outside territories controlled dan ruled by ancient Rome; 2) an administrative divission of a country; specif., any of the ten main administrative divission of Canada; 3) a territorial district; territory. Demikian antara lain beberapa makna dari kata province.

Saya bertanya, mengapa teman saya itu menanyakan ihwal penulisan kata provinsi tersebut. Ia menjelaskan, bahwa ia berdebat dengan seorang temannya ketika membuat sebuah laporan/tulisan. Temannya menulis kata propinsi. Oleh teman saya ini, penulisan propinsi tersebut dikoreksinya menjadi provinsi. Kata teman saya itu, penulisan yang benar adalah provinsi. Namun, temannya itu membantah, bahwa penulisan yang benar adalah propinsi, bukan provinsi.

Temannya itu kemudian menceriterakan, ketika ia menulis skripsi ia menulis provinsi, dan dosen pembimbingnya mencoret kata itu dan mengganti dengan propinsi. Menurut dosennya penulisan kata provinsi itu keliru. Malam harinya, teman saya ini menelepon saya untuk menanyakan ihwal penulisan yang benar dari kata provinsi. Karena, katanya, ia ingat bahwa saya pernah mengatakan penulisan kata provinsi yang baku adalah provinsi. Itulah latar belakang mengapa teman saya menelepon saya menanyakan penulisan kata provinsi.

Penulisan kata propinsi ataukah provinsi memang tampaknya hanya hal remeh. Demikian pula seperti dikeluhkan Drs. Werhan Asmin, S.H, M,H. M.Div. (BPost 3/05) tentang penggunaan titik pada singkatan PT (Perseroan Terbatas). Ada yang menulis PT. ABCD, atau P.T. ABCD. Menurut Werhan, penulisan yang benar adalah PT ABCD (tanpa titik setelah huruf P). Apa yang dikemukakan oleh Werhan adalah betul.

Untuk mendukung argumentasinya Werhan merujuk ketentuan Pasal 13 ayat (2) Undang-Undang No 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas yang menegaskan, cara penulisan singkatan bagi Perseroan Terbatas adalah PT tanpa tanda baca titik, disusul nama perseroan tersebut. Misalnya PT ABCD. Werhan mendukung argumentasinya dengan contoh perbandingan, penulisan singkatan SD untuk sekolah dasar dan MA untuk Mahkamah Agung juga tanpa tanda baca titik di akhir singkatan.

Sebetulnya, mengenai penggunaan tanda titik atau tidak pada singkatan seperti PT, SD, dan MA diatur dalam Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan (selanjutnya disingkat PUEBI), yakni dalam penulisan singkatan dan akronim. Dalam butir b ditulis: Singkatan nama resmi lembaga pemerintah dan ketatanegaraan, badan atau organisasi, serta nama dokumen yang resmi yang terdiri atas huruf awal kata ditulis dengan huruf kapital dan tidak diikuti tanda titik.”

Jika kita cermati judul dan tulisan pada rubrik Hot Line BPost 3 Mei 2005 tersebut, terdapat penulisan yang tidak sesuai dengan ketentuan dalam PUEBI, yakni Penggunaan Titik Pada Singkatan PT, Surat Terbuka Untuk Distamben Kotabaru (garis bawah dari penulis), penulisan Undang-undang No 1 Tahun 1995, dan Drs Werhan Asmin SH MH MDiv.

Menurut PUEBI, judul di atas seharusnya ditulis Penggunaan Titik pada Singkatan PT, Surat Terbuka untuk Distamben Kotabaru, sedangkan Undang-undang No 1 Tahun 1995 seharus ditulis Undang-Undang No.1 Tahun 1995, dan Drs Werhan Asmin SH MH MDiv seharusnya ditulis Drs. Werhan Asmin, S.H., M.H., M.Div.

Argumentasi saya untuk mengatakan, penulisan huruf P kapital pada judul Penggunaan Titik pada Singkatan PT dan U kapital pada Surat Terbuka untuk Distamben Kotabaru adalah ketentuan tentang pemakaian huruf kapital yang diatur dalam PUEBI: “Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama semua kata (termasuk semua unsur kata ulang sempurna) di dalam nama buku, majalah, surat kabar, dan judul karangan, kecuali kata seperti di, ke, dari, dan, yang, dan untuk yang tidak terletak pada posisi awal.

Memang pada contoh yang dikemukakan PUEBI tersebut, tidak ada kata pada, tetapi statusnya sama dengan kata di. Penulisan Undang-Undang No. 1 Tahun 1995 tidak ditulis Undang-undang No. 1 Tahun 1995. Berdasarkan ketentuan PUEBI: “Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama setiap unsur bentuk ulang sempurna yang terdapat pada nama badan, lembaga pemerintah dan ketatanegaraan, serta dokumen resmi. Penulisan gelar misalnya, dikemukakan dalam PUEBI: Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama singkatan nama gelar, pangkat, dan sapaan. Sedangkan penggunaan tanda baca koma menurut PUEBI: Tanda koma dipakai di antara nama orang dan gelar akademik yang mengikutinya untuk membedakannya dari singkatan nama diri, keluarga, atau marga.

Di bawah ini dicuplik pengumuman sebuah institusi pendidikan tinggi yang dimuat di SKH Banjarmasin Post (7/5). Ditulis “Program Non Reguler (S1) … Syarat Pendaftaran: a. Fotocopy ijazah … h. Pas Photo 4×6 (4lembar) …” Pengumuman ini tidak menggunakan bahasa baku. Non Reguler, Fotocopy, dan Pas Photo seharusnya ditulis: Nonreguler, fotokopi, dan Pasfoto.

Dalam penulisan di koran, ada wartawan atau redaktur yang tidak mematuhi ketentuan PUEBI tersebut karena alasan penghematan, sehingga misalnya di antara orang dan gelar akademik tidak diberi tanda koma. Hal ini menunjukkan ketakpedulian sang redaktur untuk turut memasyarakatkan Bahasa Indonesia yang baik benar. Padahal koran mengemban misi pendidikan, bukan hanya menyampaikan informasi dan hiburan.

Pada sisi lain, ada sebagian wartawan yang kurang menguasai kaidah penulisan Bahasa Indonesia yang benar dan baik. Padahal bahasa tulis adalah keterampilan yang digunakannya dalam bekerja menyusun berita atau laporan jurnalistiknya. Oleh karena itu, kesalahan yang dibuatnya dalam menulis seperti tidak menggunakan koma antara nama orang dan gelar akademik bukanlah karena ia menganut prinsip penghematan, tetapi karena ia memang tidak mengetahui kaidah penulisan yang benar.

Pada suatu hari di ruang kuliah pascasarjana, seorang guru besar yang bergelar doktor bertanya kepada mahasiswanya, apakah kata pascasarjana itu ditulis menjadi satu atau antara kata pasca dan sarjana dipisah satu spasi. Guru besar ini bukan sedang menguji pengetahuan bahasa mahasiswanya, tetapi beliau memang kurang tahu mana yang betul tulisannya.

Menanggapi pertanyaan dosen tersebut, ada mahasiswa yang menjawab kata pascasarjana tersebut ditulis terpisah antara pasca dan sarjana. Yang lain mengatakan, kata pascasarjana tersebut ditulis menjadi satu kata, namun tanpa argumentasi. Ada seorang mahasiswa mengatakan, penulisan yang benar adalah antara kata pasca dan sarjana tersebut tidak dipisah, tetapi menjadi satu kata. Untuk itu atau untuk kepastiannya, lihat Kamus Besar Bahasa Indonesia.

Ya, memang seharusnya kita merujuk ke Kamus Besar Bahasa Indonesia kalau ragu tentang penulisan kata yang baku. Namun, sayangnya kamus tersebut tidak dijadikan rujukan. Demikian pula halnya PUEBI, juga tidak dijadikan rujukan. Sehingga kesalahan penulisan pun sering terlihat dalam karya tulis kita.

Kesalahan yang kita buat karena kekurangtahuan kita tentang kebahasaan adalah, barangkali, cermin miskinnya kepedulian kita tentang bagaimana berbahasa Indonesia yang baik dan benar, terutama dalam bahasa tulisan. Kalau yang tak peduli tersebut adalah mereka yang jarang menggunakan bahasa tulisan, tidak apa. Tetapi kalau mereka yang sehari-harinya menggunakan bahasa tulisan seperti wartawan dan dosen, maka mereka telah ikut melakukan proses pendidikan kebahasaan yang keliru. Seperti dialami temannya teman saya di atas, ketika menulis skripsi.

Staf pengajar Fak Pertanian Unlam,
tinggal di Banjarmasin
e-mail: fachrurrozy@plasa.com


11 responses to “[kata] provinsi”

  1. CLO Avatar

    Terima kasih pak..

  2. ismi Avatar
    ismi

    tersesat dari gugel. makasih pak

    1. p2kafe Avatar

      Sama-sama, Ismi.. 🙂

  3. nana Avatar

    tetep aja, jadinya pake yang mana ???

    1. Nina K Wijaya Avatar

      Ya “provinsi”. 🙂

  4. laskar kampret Avatar
    laskar kampret

    terimakasih…….. mantap gan, sangat membantu.

  5. fie2.. Avatar
    fie2..

    penjelasannya ngelantur, yg awal nya mnceritakan tentang perbedaan penulisan provinsi dan propinsi malah bahas tentang tanda baca. gak nyambung bngt, penjelasan nya jd gak terselesaikan…..

    1. Nina K Wijaya Avatar

      huehehe… betul juga. Tapi bisa dikatakan, Pak Fachrurrozy sebetulnya membahas soal bahasa Indonesia EYD secara keseluruhan, bukan hanya soal kata “provinsi” saja. Kalau paragraf sebelum artikel itu hanya pendahuluan aja sih

  6. cie Avatar
    cie

    thankiuuu wat penjelasannx, krn tdnx sy sempat ambigu ma nie kata,,hehehe

    1. p2kafe Avatar

      Sama-sama, Rekan Cie. 🙂

Leave a Reply to Nina K Wijaya Cancel reply

Please log in using one of these methods to post your comment:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Twitter picture

You are commenting using your Twitter account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

%d bloggers like this: