Ramadhan Story: Day 14 – Belajar Percaya Allah, dengan Sungguh-sungguh

Hari ini, Rabu, 30 Mei 2018, alias 14 Ramadhan 1439 H adalah hari paling luar biasa. Ngobrol intens sama dua orang–yang satu rekan tim dari Maluku, satu lagi driver kantor–keduanya ngomongin soal hal yang sama: Percaya Allah sudah mengatur semua. Kun Fayakun.

Saya sampai tertegun dan menulis ini di bus dengan rasa masih bergetar di dada. Wow.. Sungguh, subuh tadi saya kembali mengucap harap ini, untuk ke seribu kali: Ya Allah, ajari aku ikhlas menerima apapun takdirku sesuai kehendak-Mu. Lalu siang dan malam ini, Allah menjawab. Masya Allah. Dahsyatnya, Ramadhan. 😊

Hari ini saya ditugasi meliput kegiatan kantor: Training of Trainer Pemandu Nasional NSUP (National Slum Upgrading Program) Kota Tanpa Kumuh (Kotaku) di Kelapa Gading, Jakarta Utara. Begitu tiba di ballroom, saya langsung bertemu dengan rekan-rekan dari Provinsi Maluku, Papua, dan Papua Barat. Salah satunya sahabat dan senior saya: Pak Ahmad Sadaruddin. Bapak yang jenaka ini selalu baik hati dan ngemong seperti abang sulung ke adik bungsu. 😁

Pembawaannya yang selalu rileks itu bikin saya senang bincang dengannya. Dan siang ini tetiba obrolan kami mengalir soal pengalaman kerja beliau sejak 1997. Mulai dari gerakan (aktivis), kantor pajak, sampai ke dunia pemberdayaan saat ini. Cerita-cerita unik beliau sepanjang perjalanan hidup yang bikin saya terbahak-bahak. Termasuk fakta bahwa beliau dulunya gaptek sangat, menyalakan laptop pun bingung, tapi karena gengsi beliau tidak berkata apa-apa selain memerhatikan gerak-gerik orang lain. Oh, begitu caranya. Oh, begini, ya.. dst. Asli saya ngakak mendengarnya. Beliau bekerja merambahi separuh Indonesia, antara: Kendari (Sultra, kampung halaman beliau), Gorontalo, Malinau (Kaltara), Nabire (Papua), dan sekarang Ambon (Maluku).

Namun di balik tawa, saya terkagum-kagum dengan sikap tawakkal yang diamalkan beliau sepanjang hayatnya. Pantesan seakan tak tampak beban hidup di wajahnya, karena memang segala sesuatu beliau ikhtiarkan dengan semangat tawakkal.

Dengan bahasa yang sederhana berlogat kental Sulawesi, beliau katakan: Saya ngga pernah ambil pusing, mau dipecat, mau di-hire, silakan saja. Saya hanya percaya Allah sudah mengaturkan semuanya untuk saya. Buat apa khawatir lagi?

Saya sampai melongo memandang beliau, saking takjub. Luar biasa keindahan pemikiran manusia yang Allah pertemukan dengan saya ini. Di sisi lain, seakan saya “mendengar” Allah berbisik, “Ini adalah cara-Ku mendidikmu. Kamu senang mendengar orang bercerita maka dengarkanlah penuturannya baik-baik dengan qolbumu. Hayati dan resapi dengan hati. Belajarlah, lalu amalkan.” Saya menahan kuat-kuat untuk tidak menitikkan air mata di hadapan beliau dan ratusan kawan provinsi yang mulai berdatangan satu per satu. Air mata takjub, karena Allah langsung menjawab doa pagi saya. Alhamdulillah..

Tak berhenti sampai situ cerita Pak “Sadar”–begitu kami memanggilnya. Ya, sejak bayipun sudah sadar beliau itu (begitu kelakar kami..) 😜 Bekerja di program yang harus selalu meninggalkan istri di kampung halaman seperti ini, apa tipsnya menjaga keharmonisan rumah tangga? Karena kalau saya, jujur, tak mampu berpisah jauh dari suami. Bukan cuma cemburu, tapi juga rindu. Lalu bagaimana bisa mendidik sampai istri malah selalu mendukung 100% terhadap semua upaya suaminya merantau di tanah orang. Jawaban Pak Sadar mengejutkan saya…

“Cemburu, curiga, itu semua penyakit hati. Coba jujur, merasa cemburu dan curiga, sakit nggak hatimu? Sakit kan? Nah itu harus dibuang. Ibarat sakit gigi, langsung saja cabut, ndak usah pakai tambal-tambal. Makanya, sifat seperti itu, buang saja. Apapun yang orang lain katakan, abaikan. Informasi apapun, selama hanya sebatas kata orang, abaikan. Tindakan baru diambil ketika saya melihat dengan mata kepala sendiri, plus analisis. Selama saya tidak melihat sendiri, abaikan. Di sisi lain, jaga baik-baik kepercayaan istri. Selebihnya, biar Allah yang mengarahkan ke mana jalannya. Itu terbaik.”

Hmm.. jadi kuncinya klasik sebenarnya: 1. Abaikan ucapan orang lain (tutup telinga). Yah relevan sih, karena setahu sayapun, too much information can kill you. 2. Trust your spouse.

Nah setidaknya itu deh yang saya pelajari dari Pak Sadar hari ini. Saya sampai berujar, luar biasa apa yang saya dapatkan dalam dua jam obrolan dengan Bapak ini. Eh tadi sebenarnya ada quote dari Bang Ahmad Ismail (TL Kotaku Sultra) yang sangat bagus, tapi saya lupa… 😂😂 nanti kalau ingat saya tuliskan di tulisan berikutnya, ya.

Segini dulu deh, nanti saya sambung lagi dengan obrolan bareng driver kantor tadi. Ini ngetiknya masih di bus otw pulang nih… 😁 see you soon, KawaNina. 💕

Leave a Reply

Please log in using one of these methods to post your comment:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.