[Wisdom] Bincang Hidup dan Mati bersama Pak Saidi

Pagi ini saya sengaja mendatangi lagi halte Indomaret Pupan, Ciputat, tidak ke pool APTB di Gaplek. Berasa kangen sama Pak Saidi, tukang parkir Pupan. Apalagi teringat, terakhir berbincang dengan beliau adalah ketika ibunya sakit.

Keluarga dan KawaNina yang tekun mengikuti wall FB saya pasti ingat siapa beliau. Beberapa kali saya sharing cerita tentang Pak Saidi di wall FB dan blog saya. 🙂

Tadinya saya pesimis bisa bertemu, karena ini hari Jumat. Pak Saidi hanya bekerja Senin sampai Rabu di Pupan ini. Tapi, horeeee, ternyata beliau ada! Kok tumben… Sambil berjalan menghampiri, saya perhatikan suasana halte sudah berubah. Ada galian entah apa di ujung separator tempat kami biasa menunggu bus kota. Pohon yang tadinya rindang menaungi tempat menunggu juga terpangkas. Memang sih suasana jadi lebih terang. Namun lebih panas terkena terik matahari. Bangku ala kafe, berpayung dengan kursi dirantai ke mejanya juga sudah tak ada.

Pak Saidi tampak melihat ke arah Lebak Bulus tanpa menoleh ke belakang. Jalan di sana memang satu arah, dari Lebak Bulus ke Pondok Pinang/Pondok Indah/TB Simatupang. Lengan saya langsung memegang bahu Pak Saidi yang berpostur jauh lebih pendek daripada badan saya.

“Pakdhe, apa kabar?”

Terkejut, begitu melihat saya, beliau langsung tertawa lebar. “Ibuuuu.. ke mana aja. Udah lama bener nggak lihat. Saya kira udah pindah halte ke mana gitu,” balasnya, mulutnya terus tersenyum.

“Iyaaa.. kangen sama Pakdhe. Jadi mampir deh ke sini. Tapi kok tumben ada di sini hari Jumat. Ada apa?”

“Nah itu dia.. Ibu kan terakhir ke sini pas ibu saya sakit tuh. Pas kemarin ibu saya meninggal, semalam baru tahlilan hari pertama,” jawabnya, masih dengan senyum lebarnya.

Saya terhenyak. “Innalillahi wa innailaihi rojiuun.. Lha saya baru aja mau tanya gimana kabar ibu. Oh jadi sakit kemarin berlanjut?”

“Iya, Bu. Kan udah berapa bulan lalu tuh, Ibu ngasih saya **** untuk berobat ibu saya. Udah saya kasih ke ibu saya dan dia bilang terima kasih. Saya mau nyampein makasihnya, ehh Ibu ngga muncul-muncul lagi ke sini. Baru sekarang,” sahut Pak Saidi, sambil tetap berwajah cerah.
Saya menggelengkan kepala, dasar Pak Saidi, ibunya meninggal dia tetap ceria, walau matanya tak bisa berdusta bahwa hatinya bersedih. Namun saya memutuskan untuk tidak membahas soal perasaan. Namanya anak ditinggal wafat ibu, pastinya sedih. Been there and still not get over it.

“Iya, Pak, saya sekarang lebih sering ke Pool APTB, lebih dekat dengan rumah, langsung berangkat dan pasti dapet duduk, namanya di pool,” kata saya. Beliau setuju dengan ucapan saya.

Selebihnya Pak Saidi bercerita tentang proses wafat sang ibu yang tidak ketahuan. “Baru ketahuan jam 05.30-an lah, Bu. Jadi meninggalnya lagi tidur gitu. Kemarin itu padahal saya lagi di rumah sana (maksudnya Cikarang), kebetulan istri saya buka BBM dan ngeliat kabarnya dari kakak. Kita akhirnya ke Ciputat lagi. Jam 11 saya nyampe sini. Wajah ibu saya belum ditutupi kafan, karena nunggu saya doang itu. Saya ciumin wajah ibu saya, istri dan anak-anak saya juga semuanya nyium ibu. Sekarang saya jadi tinggal bertiga deh sama saudara kandung saya. Kan kakak saya udah meninggal duluan tuh karena sakit perut, trus bapak, trus kemaren deh ibu saya. Yah memang udah tua juga, jadi dibawa ke dokter juga disuruh pulang lagi. Dokternya udah tau kali ya..” jelas Pak Saidi.

Saya mengangguk-angguk mendengarkan ceritanya. “Semoga semuanya wafat dalam keadaan khusnul khotimah dan termasuk golongan syahid-syahidah. Aamiin..”

image
Pak Saidi menghampiri angkot yang meminta tolong tukar uang Rp20.000 dengan recehan

Selanjutnya, menurut beliau, almarhumah ibunya dimakamkan di TPU belakang Carefour Lebak Bulus, jadi dekat rumah keluarga mereka di Pupan. Kakaknya Pak Saidi lah yang menjaga dan tinggal di rumah keluarga mereka itu. Sedangkan kakak yang satu lagi tinggal di Kedoya. Pak Saidi sendiri tinggal di Cikarang. Ia ke Pupan hanya untuk menengok ibunya yang sudah tua dan sakit-sakitan waktu itu. Semoga sang ibu ridho dengan bakti anak lelaki satu-satunya ini. Aamiin..

Lalu saya dan Pak Saidi membahas sedikit tentang hidup dan mati. Ia bercerita, ada kawannya yang pernah mengalami mati suri selama 15 menit. “Saya tanyain ke dia, bagaimana di akhirat sono kondisinya? Kawan saya jawab, ‘Di sana mah ngga kayak di dunia. Ngga ada kendaraan, motor, mobil, nggak ada. Tapi kalau ke mana gitu, misalnya mikir, ah mau ke Bandung, ah, eeeeh tau-tau udah di Bandung aja. Mau ke Mekah, baru mikir begitu, eeeitt udah sampe aja. Ajaib memang,” celotehnya. Saya takjub mendengarnya. Hebat..

“Tapi, ya begitu, Bu, karena dia emang belum waktunya meninggal, ya hidup lagi.. Memang cuma Allah yang menentukan kapan seseorang harus pulang dan kapan harus balik lagi. Cuma Allah yang Maha Tahu deh,” tuturnya. Saya sepakat dengan ucapan beliau.

Tidak terlalu lama perbincangan kami. Kurang dari 1 jam saja. Namun, lagi-lagi, obrolan singkat dan simpel itu membuat saya berpikir lebih dalam soal hidup. Jangan menyia-nyiakan waktu. Cintai orangtua dengan sikap baik. Tetaplah tersenyum dan optimis. Alhamdulillah.. Terima kasih, perbincangan berkualitas kita tadi, Pak Saidi. Semoga Allah senantiasa melimpahi Bapak dan keluarga dengan rezeki halal dan kesehatan prima. Aamiin.. ^_^

Leave a Reply

Please log in using one of these methods to post your comment:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.