
Siang ini mendadak saya “ngidam” ayam goreng cabe ijo. Tanpa mikir panjang, saya ketik pesan via Blackberry Messenger (BBM) ke Ali, Office Boy (OB) kantor.
“Aliiiiii.. kalau ayam cabe ijo jam segini (14.42 WIB–Red.) ayam cabe ijo masih ada ngga yaa”
Ngga pakai lama, Ali segera membalas, “Byasanya ada bu. Kebetulan saya lagi d benhil nih.”
Ahay! Ngepas! Bolehlah.. sekalian..
“Nitip dong Mas Aliiiii”
Kemudian Ali menjawab lagi, “Iyaa bu.. kalo ga ada gimana?”
Saya balas, “Kalau ga ada, aku nangis… 😛 Bebek Slamet udah buka belum ya”
“Hahahaa.. moga masih ada yaa bu..”
“Pokoknya lagi pengen ayam atau bebek pake sambel pedesssss, plus tahu goreng. Nasinya yg banyak. Hahaha..”
“Hhhh.. okee bu.. please wait,” tulis Ali.
Huehehehe.. gaya memang OB satu itu pakai English segala.

Memang sih saya kerap mendorong dia untuk ngga malu-malu menggunakan bahasa Inggris. Walaupun dia saat ini baru sebagai OB, siapa tau ke depannya dia jadi koordinator OB. (hadehh.. tinggian dikit kek cita-cita jabatannya, Nin) Iya, iya, maksudnya siapa tau ke depannya dia jadi Direktur OB. Huehehe.. teteeeep..
Serius, siapa tau pemuda yang kini berusia 19 tahun ini kelak menjadi seorang pejabat tinggi. Jadi, ngga ada salahnya juga dia belajar bahasa Inggris. Toh bahasa Inggris atau bahasa asing lainnya tidak harus eksklusif “hanya untuk orang kaya”, atau “hanya untuk para bos”, dst. Bullsh*t. English and all other foreign languages are for everyone who is WILLING to learn it.
Dalam hal ini, Ali mau belajar bahasa Inggris. Kebetulan saya bisa, ya why not teach him a little grammars and vocabularies. All those basic stuffs that might useful for him in the future. Ya toh? 🙂
Anyways, sekira 30 menit kemudian, Alhamdulillah, Ali mendekati meja kerja saya dengan sebungkus plastik putih berisi kotak nasi styrofoam.
“Asyiiiiik.. Aliii, thank you!” seru saya, sekalian mengagetkan kawan-kawan seruangan saya, Tim Website dan Tim Sistem Informasi Manajemen (SIM). Mereka langsung bersahut-sahutan, “Wahhh.. asyik banget nihh.. Mantaaap..”
Langsung saja plastik putih yang membungkus kotak styrofoam itu saya lucuti. Peloroti hingga ke dasar kotak dan dengan sedikit sentuhan, kotak styrofoam putih bersih itu saya buka. Voila! Salah satu pemandangan terindah dalam hidup saya terpampang di balik styrofoam tersebut. Semangkok nasi dibungkus plastik transparan untuk makanan, sepotong ayam goreng berlulur cabe ijo ulek di atasnya, sepotong tahu goreng dan tiga slice mentimun tersusun di pojokan kotak. Ada pula seplastik kecil sambal ulek merah. Dan, meski tidak mengebul, nasi dan ayam gorengnya masih hangat.
Yummm.. here it is!
Jujur, setiap kali memesan ayam cabe ijo ini saya tidak pernah membuka sambal ulek merahnya. Sambal cabe ijonya saja sudah cukup gurih dan menampar, jadi buat apa “diganggu” lagi dengan sambal merah?

Sebelum menikmati, cuci tangan dulu dooong.. *mlipir ke toilet dan cuci tangan* Lalu, saya mulai dengan membuka plastik yang membungkus nasi dan menyelipkannya di luar kotak styrofoam. Begitu menyentuh nasi, ujung jemari saya merasakan betapa pulen dan hangatnya si nasi ini. Tidak terlalu lembek, tapi juga tidak pera (keras). Sengaja saya dekatkan wajah ke dekat nasi, dan terhiruplah aroma harum nasinya. Hmmmmm..
Tanpa menunggu air liur jatuh, saya segera mencuil secolek sambal ijo dan menorehkannya ke atas nasi. Aduk rata. Cuil sepotong ayam dan tahu, lalu lahap. Begitu si sambal ijo mencapai lidah saya, DUARRRRRR, langsung setruman pedasnya sampai ke telinga.
Uanjreeeeeeetttt! *maaf, ini plesetan dari basa Sunda kasar* Hanya dalam 2-3 suapan, mulut saya segera mendesis berulang-ulang, tanda kepedesan. Muantap, Rek! 😀 Ayamnya juga gurih, nikmat, hangat, lunak dan mudah dipotong oleh jari. Sepertinya begitu sang ayam diangkat dari penggorengan, langsung dipenyet dan dibaluri cabe ijo, yang sudah lebih dulu digoreng sebentar dan diulek kasar. Tahunya itu tahu kuning alias tahu bandung, tebal pula, jadi rasanya wow.
Saya mencoba memakannya dengan tenang, tapi lidah saya membuat gaya makan saya jadi gelisah dan setengah panik. Belum sampai setengah porsi habis, saya ngibrit ke dispenser dan menuangkan air panas + sedang. Secepat mungkin, sambil menjaga keseimbangan agar air di gelas tidak tumpah, saya kembali ke meja dan menghirup air minum. “Waduh, panassss..” lidah saya yang sudah terbakar oleh enzim pedas, semakin membara demi menghirup air hangat-hangat kuku di gelas saya. Rasanya seakan lidah saya ditampar bolak-balik oleh juara karateka. *lebay*
Lalu saya lanjutkan makan. Sampai selesai. Sampai bersih tulangnya. Sampai ludes mentimunnya. Alhamdulillah.. Makan hari ini nikmat betuuuul.. 😉
Oh ya, tertarik makan ayam cabe ijo ini? Cari aja ke Pasar Benhil, Jakarta Pusat. Persisnya di sebelah Bank DKI, depan pangkalan bemo. Coba tanya saja ke tukang parkir atau sopir bemo, “Yang jual ayam cabe ijo di mana ya?” Pasti mereka langsung mengarahkan Anda ke TKP. 🙂 Good luck! Dan selamat “menangis” nanti, yaa. Hahahaha..