Hari ini saya diajak seorang kawan untuk mengikuti Kajian Koridor Wilayah Perkembangan Pembangunan (kaitannya dengan MP3EI). Lumayan, saya jadi belajar lagi. Dan ilmu ekonomi saya ter-refresh lagi.
Masalahnya, di sela-sela diskusi, salah satu keynote speaker tiba-tiba saja bertanya ke saya, apa indikator ekonomi, dikaitkan dengan kinerja daerah. Matemijaaaaa… Kodong, saya lupa. (Lho, kenapa saya mendadak berbahasa Makassar? Hahaha..) Uuughh! Jadi gregetan sendiri, ilmu ekonomi mikro yang saya pelajari 15-20 tahun lalu menguap begitu saja. Padahal nilai akademis saya untuk pelajaran Mikroekonomi selalu A dan B. 😀
Akhirnya tadi saya ngasal jawabnya. *gubraks* Saya katakan, indikatornya Perda yang mendukung, serta dukungan sapras dan infrastruktur penunjang ekonomi. Sang penanya cuma senyum-senyum aja.. Hahaaaaa.. wajah saya pasti kayak pelangi-pelangi alangkah indahmu saking malu ditahan, sok pede. 🙂
Anyways, ini membuat saya jadi cari tahu, browsing artikel-artikel ekonomi via Neng Google. Dua artikel berikut menarik, menurut saya, untuk diingat dan diamalkan kemudian. Saya copas di sini sebagai catatan pribadi. Mudah-mudahan bermanfaat juga untuk pembaca lainnya. Tautan sumber saya cantumkan di akhir artikel masing-masing. Happy reading.. 😉
Mudah Memahami dan Menganalisis Indikator Ekonomi
POSTED ON 30 JULY, 2013 BY EDITORIAL TEAM
Mengapa kita perlu indikator ekonomi? Pertama, indikator ekonomi dibutuhkan untuk memberikan sinyal ke mana ekonomi bergerak (Baumohl, 2008: xv-xix). Siapa pun yang berkepentingan dengan pengambilan keputusan pasti membutuhkan informasi yang dapat mempengaruhi penentuan kebijakan fiskal, kebijakan moneter, kebijakan sekroral (industri, perdagangan, energi, pangan), nilai saham dan obligasi, serta kurs mata uang. Presiden, menteri, dan para pejabat eselon satu/dua di pemerintah pusat membutuhkan indikator ekonomi ketika menyusun rencana jangka panjang nasional (RPJPN) dan jangka menengah nasional (RPJMN). Gubernur, bupati, walikota, kepala dinas, dan ketua-ketua Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) memerlukan indikator ekonomi ketika mengevalusi kinerja pemerintahannya dan hasil-hasil pembangunan, menyusun rencana jangka panjang daerah (RPJPD) dan jangka menengah daerah (RPJMD), dan membangun ekonomi lokal/kota/kawasan (Kuncoro, 2012).
Kedua, mahasiswa S1, S2, dan S3 seringkali kesulitan mencari sumber data, dasar perhitungan data tertentu, membaca data, dan menganalisis data menjadi indikator kinerja dan perkembangan ekonomi nasional, sektoral, maupun daerah. Dengan perkembangan internet, hampir semua data indikator ekonomi saat ini sudah dapat diunduh lewat situs resmi pemerintah maupun lembaga yang produsen data seperti Badan Pusat Statistik (BPS), International Monetary Fund (IMF), World Bank (WB), Asian Development Bank (ADB). Masalahnya, mahasiswa sering tidak tahu: (1) sumber data yang dibutuhkan bisa diunduh di mana?; (2) bagaimana menyesuaikan tahun dasar yang berbeda?; (3) mengapa data makro dari sumber berbeda ternyata berbeda nilainya?
Ketiga, adanya kesenjangan luar biasa antara besaran indikator ekonomi dengan realitas sehari-hari yang dialami oleh masyarakat. Akibatnya, pemerintah sering dituduh “berbohong” mengenai indikator ekonomi (angka kemiskinan, pendapatan per kapita, inflasi, pengangguran, dll) (Stiglitz, et al., 2011: v-vi), meski data tersebut berasal dari BPS atau Bank Indonesia yang tentu sudah melewati tahap pendataan dan uji ilmiah yang ketat. Ini terjadi bila Produk Domestik Bruto (PDB) per kapita maupun pertumbuhan ekonomi dikabarkan meningkat, namun masih banyak orang yang merasa hidupnya susah dan makan hanya dua kali sehari, maka golongan orang ini bisa jadi berpendapat pemerintah telah memanipulasi data statistik.
Keempat, diperlukan indikator sebagai tolok ukur seberapa jauh pembangunan telah mencapai hasil yang diharapkan dan bagaimana dampaknya. Fakta di banyak negara menunjukkan bahwa pembangunan selalu menimbulkan dampak baik positif maupun negatif. Memang paradigma tradisional mengenai pembangunan cenderung mengidentikkan pembangunan dengan pertumbuhan ekonomi. Salah satu definisi pembangunan ekonomi yang paling banyak diterima adalah:
Suatu proses di mana pendapatan per kapita suatu negara meningkat selamakurun waktu yang panjang, dengan catatan bahwa jumlah penduduk yang hidup di bawah “garis kemiskinan absolut” tidak meningkat dan distribusi pendapatan tidak semakin timpang (Meier, 1995: 7).
Yang dimaksud dengan proses adalah berlangsungnya kekuatan-kekuatan tertentu yang saling berkaitan dan mempengaruhi. Dengan kata lain, pembangunan ekonomi lebih dari sekedar pertumbuhan ekonomi. Proses pembangunan menghendaki adanya pertumbuhan ekonomi yang diikuti dengan perubahan (growth plus change) dalam: Pertama, perubahan struktur ekonomi: dari pertanian ke industri atau jasa. Kedua, perubahan kelembagaan, baik lewat regulasi maupun reformasi kelembagaan itu sendiri.
(Sumber: http://mudrajad.com/parasisten/mudah-memahami-menganalisis-indikator-ekonomi/)
Satunya lagi artikel dalam bentuk PDF, dari Dishub Kota Surabaya. Saya copas di sini sebagai attachment screen capture yaa..
(Sumber: http://dishub.surabaya.go.id)
Lebih lanjut, saya jadi semangat belajar lagi tentang ekonomi pembangunan (core/background pendidikan saya dulu), khususnya soal ekonomi kewilayahan dan pengembangan ekonomi berbasis kearifan lokal. Semangattttt! ^_^
Leave a Reply