Article of The Month! – Agustus ’08

Sudah cukup lama saya nggak memilih Article of the Month (AOM!), ya.. Tapi, di bulan Agustus ini saya mau menetapkan tulisan dari KMW Provinsi Jateng sebagai AOM! bulan Agustus. Saya suka dengan tulisan ini karena topiknya adalah kegiatan pelestarian lingkungan yang berkaitan dengan pengelolaan sampah. I personally love the theme! Sampai-sampai saya rela menghabiskan ekstra 30 menit untuk membuat sendiri “ilustrasi kompos dari sampah dapur”. hehe..

Berikut adalah tulisannya, sudah diedit dan tayang di web P2KP kita, WARTA CERITA edisi 11-08-08

Bravo JATENG!!

Semarang, 11 Agustus 2008

Sampah Membawa Berkah

Timbunan sampah menimbulkan bayangan negatif di benak, karena tak sedap dipandang mataSampah adalah sebuah kata yang biasanya membuat orang langsung terbayang sesuatu yang jorok, berbau tidak enak, kumuh, gudang penyakit, serta hal-hal yang tidak menyenangkan. Bayangan bencana yang ditimbulkan sampah selalu bergelayut dalam pikiran dan angan manusia, seperti banjir di Jakarta dan longsor sampah di Bandung. Sebagian manusia memvonis bahwa semua musibah itu adalah akibat sampah tanpa memikirkan penyebab yang lebih mendasar seperti, “Kenapa sampah begitu menggunung? Kenapa sampah banyak di sungai?” dan lain sebagainya.

Sebelum mengupas lebih jauh, ada baiknya kita samakan terlebih dahulu pandangan tentang sampah dan dari mana asalnya, agar kita dapat mencari solusi bersama.

Menurut UU RI No. 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah, yang dimaksud sampah adalah sisa kegiatan sehari-hari manusia dan/atau proses alam yang berbentuk padat. Dengan kata lain, sampah merupakan material sisa yang tidak diinginkan setelah berakhirnya suatu proses. Sampah merupakan konsep buatan manusia. Dalam proses alam, tidak ada sampah, yang ada hanyanya produk-produk yang tak bergerak.

Di sekitar kita, setidaknya kita mengenal beberapa jenis sampah jika didasarkan dari sumbernya, yaitu sampah alam, sampah manusia, sampah konsumsi, sampah nuklir, sampah industri dan sampah pertambangan. Sedangkan berdasarkan sifatnya, sampah dikelompokkan menjadi dua, yaitu sampah organik—yang dapat diurai (degradable), dan sampah anorganik—yang tidak dapat terurai (undegradable).

Ibu-ibu warga Krobokan yang telaten mengelola sampah. Selain memicu aktivitas sehari-hari, usaha para ibu ini juga membuat lingkungan lebih nyamanAgar sampah tidak menggunung, bahkan menyumbat aliran sungai, sudah sepantasnya dilakukan pengelolaan sampah dengan baik, terutama terhadap sampah yang bersifat organik atau sampah yang bisa diuraikan. Pengelolaan sampah juga bertujuan untuk mewujudkan lingkungan yang sehat, bersih, dan asri, sebagaimana yang dicontohkan oleh masyarakat di wilayah Kelurahan Krobokan, Kecamatan Semarang Barat, Kota Semarang.

Guna meningkatkan kesadaran masyarakat akan besarnya masalah persampahan di Kelurahan Krobokan serta menggairahkan partisipasi masyarakat dalam membantu mengurangi sampah di tingkat masyarakat dan rumah tangga, Kepala Kelurahan Krobokan Ahmad Suparno bersama dengan BKM Arta Kawula mengembangkan program kecil uji coba pengelolaan sampah, yaitu program wanita usaha kecil sampah daur ulang. Program inovatif ini dikerjakan melalui kelompok ibu-ibu PKK dan Dasa Wisma (Dawis) di masing-masing RT.

Dalam sebuah acara studi banding BKM dari Kabupaten Kendal ke BKM Arta Kawula, Ahmad Suparno menyebutkan, pendapatan tambahan rata-rata dari setiap RT mencapai Rp 15.000 per minggu atau Rp 60.000 per bulan. Jika ditotal, Kelurahan Krobokan yang menaungi 13 RW dan 91 RT ini mendapat Rp 5.460.000 (Rp 60.000 x 91 RT) per bulannya untuk pengelolaan sampah. Nilai yang sangat besar! Tak heran di kelurahan ini disebut-sebut sampah membawa berkah.

Menurut RW III Sri S, pengelolaan sampah dilakukan untuk memacu aktivitas kaum ibu dalam menciptakan lingkungan yang sehat, bersih dan asri, sekaligus menambah pendapatan keluarga. Caranya, para anggota kelompok wanita ini memisahkan sampah plastik dan kertas di rumah mereka sendiri dan setiap Jumat mereka membawa sampah ke tempat pengumpulan sampah yang telah disepakati bersama. Ketua PKK atau kelompok ini telah membuat perjanjian dengan para pemulung dan pengumpul sampah yang berkeliling, untuk membeli sampah daur ulang dari mereka. Sedangkan sampah dari sisa pengolahan makanan, sayuran, dan sisa dapur, mereka olah menjadi pupuk kompos.

Kompos dalam wadah, bagus untuk mengelola sampah dapurKetua KSM Sampah Indiani M mengatakan, untuk proses pembuatan kompos dari sampah rumah tangga membutuhkan waktu sekitar satu bulan. “Lamanya proses ini dikarenakan sisa masakan yang merupakan bahan baku kompos relatif sedikit, dan masing-masing rumah tangga membuat sendiri. Bagi keluarga yang tidak sempat mengolah sampahnya, dapat diamalkan kepada tetangganya,” jelasnya. Dari kejadian tersebut, di Kelurahan Krobokan juga berlaku slogan “Beramallah meski dengan sampah”.

Pada Sabtu, 28 Juni 2008 lalu, KSM Sampah di Krobokan ini mendapat perhatian khusus dari BKM Amanah dan BKM Sukses Sejahtera, Kabupaten Kendal yang melakukan studi banding ke BKM Artha Kawula Krobokan Semarang. Peserta studi banding ini menanyakan rincian proses pembuatan kompos dari sisa bahan-bahan yang dimasak untuk kebutuhan hidup sehari-hari.

Urutan lapisan untuk membuat kompos (klik untuk memperbesar gambar)Menanggapi hal itu, Indiani, didampingi Sri dan UPK BKM Artha Kawula Kusmiati menjelaskan, langkah pertama adalah penyiapan tempat untuk pembuatan kompos, yang biasanya menggunakan wadah plastik yang biasa untuk tempat krupuk. Langkah kedua, wadah tersebut diisi pasir secukupnya, diratakan, dan diberi tanah dengan kapasitas sebanding (1:1) dengan pasir. Langkah ketiga, taburkan sisa bahan makanan di atas tanah tersebut, kemudian ditaburi kapur dan ditutup. “Jika ingin menambah bahan lagi, di atas taburan kapur tadi diberi tanah lagi, lalu sebarkan sisa bahan makanan tersebut dan taburi kapur lagi, begitu seterusnya. Campuran bahan kompos tadi akan lebih baik jika sering diaduk,” jelas Indiani.

Saat ini, kompos hasil buatan KSM dan warga lainnya memang masih terbatas untuk kebutuhan sendiri. “Yah, paling tidak saya tidak perlu membeli pupuk lagi untuk tanaman hias saya. Dengan begitu bisa lebih hemat dan tanaman saya lebih subur,” kata Indiani. Jadi, sekarang, warga Krobokan tidak lagi berpikir negatif menghadapi sampah. Malah, banyak sampah, banyak rejeki dan berkah. Sampah? Siapa takut! (Bakrun, KMW Provinsi Jateng, PNPM Mandiri Perkotaan; Firstavina)

Leave a Reply

Please log in using one of these methods to post your comment:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.