Memiliki kemampuan menulis itu kadang bikin kaget sendiri. Terutama saat membaca ulang tulisan-tulisan lama.
Kaget, karena jadi teringat bahwa kita dulu pernah memiliki pemikiran sebrilian (atau senaif?) itu. Kita jadi bisa melihat betapa kita sekarang sudah lebih berkembang, atau malah lebih menurun. Haha..
Buat saya, menulis di blog bukan sekadar hobi atau wadah berekspresi, tapi juga semacam “milestone” batin/mental pribadi bahwa grafik cara berpikir dan opini saya sudah berada di level tertentu. Mungkin saya sendirilah yang bisa menilai, apakah cara berpikir saya sekarang lebih beradab, atau malah lebih jahiliyah?
Dan, karena menulis bisa menjadi media untuk mengoreksi diri sendiri, makanya selagi mampu, saya tidak akan pernah berhenti menulis; Saya akan terus mengekspresikan pemikiran, mendidik diri untuk berkembang, dan memacu diri untuk berinovasi minimal terhadap diri sendiri, bahkan “memaksa” diri untuk bisa menulis sesuatu yang bakal berguna bagi orang lain.
Blog pribadi saya ada tagline simpel: “Live to Learn to Live”, karena sesungguhnya kita ini hidup untuk belajar tentang hidup. Di deskripsi blog saya juga simpel: “Keep writing. It might save other people’s life.” (Teruslah menulis. Siapa tahu bisa menyelamatkan hidup orang lain).
Kesimpulannya, ayo terus menulis.
Practice makes perfect. Jangan puas dengan kemampuan yang ada sekarang. Bahkan penulis best seller pun, kalau dia terlalu puas dengan kehebatannya, trus lama berhenti menulis (plus ngga mau membaca) kemampuannya pasti jadi tumpul dan jeblok lagi. Makanya skill menulis itu harus terus diasah. Semangat!
Menulis?
Jika tdk bisa, maka pura-puralah bisa,
Karena lama kelamaan kita tidak perlu pura-pura lagi.
Eh, tau-taunya kita sudah bisa menulis sendiri. Hehe
Hehehehe… belajar utk bisa, akhirnya bisa. 😁👍